Mahasiswa Indonesia di Jerman Menjadi Bahan Rasis di Sana

Mahasiswa Indonesia di Jerman Menjadi Bahan Rasis di Sana.
Mahasiswa Indonesia di Jerman Menjadi Bahan Rasis di Sana.

Rasisme terselubung terhadap warga asing di Jerman ternyata juga dirasakan oleh mahasiswa Indonesia. Di kanal media sosial milik Perhimpunan Pelajar Indonesia, mereka mengisahkan pengalaman pahit menjadi korban rasisme. Gelombang xenofobia dan anti imigran yang sedang melanda Jerman ikut berimbas pada mahasiswa Indonesia.

Di sebuah kanal media sosial milik Perhimpunan Pelajar Indonesia di Jerman, sejumlah mahasiswa mengisahkan keluh kesah menjadi korban diskriminasi atau rasisme terselubung dalam kehidupan sehari-hari.

Seorang mahasiswi Muslim misalnya berkisah mengalami perjumpaan tak sedap saat menumpangi tram di Jerman. “Duduk di tram di samping nenek-nenek, terus dia langsung geser tidak mau kesenggol sambil mengomel sendiri,” ucapnya pemilik akun Siska P. yang mengenakan jilbab tersebut. Pengalaman serupa ia alami saat sedang membayar di kasir sebuah supermarket.

Adapun WNI lain bernama Theresa M. mengaku mendapat makian kasar dari seorang ibu-ibu ketika sedang menyebrang jalan. Namun demikian rasisme tidak hanya dialami dari penduduk Jerman, melainkan juga imigran asing dari berbagai negara.

Beberapa mahasiswa Indonesia mengabarkan kerap disapa “Konnichiwa” atau “Ni Hao” karena disangka berasal dari Jepang atau Cina. Uniknya tidak sedikit pelaku diduga berasal dari Timur Tengah.

Atas dasar itu Duta Besar Indonesia di Jerman, Arief Havas Oegroseno menghimbau agar mahasiswa Indonesia ikut mewaspadai perkembangan politik di dalam negeri Jerman atau di lingkungan tempat tinggalnya. Menurutnya pengetahuan politik dan sosial aktual diperlukan untuk keselamatan pribadi di ruang publik.

“Saya perhatikan kadang-kadang temen-temen PPI di Jerman, ya karena mungkin di sini konsentrasi pada sekolah, perhatian terhadap politik domestik kurang. Jadi kurang awas. Perlu teman-teman mahasiswa mulai membaca perkembangan politik di Jerman agar tahu daerah mana yang harus dihindari,” pungkasnya kepada Deutsche Welle.

Hal ini misalnya dibutuhkan saat aksi demonstrasi kelompok ultra-konservatif menjalar di timur Jerman. Menurut Havas, KBRI selalu memantau situasi di lokasi dan berkomunikasi dengan warga Indonesia.

“Saat ada rencana demonstrasi kelompok ultra konservatif di kota Köthen kita peringatkan mahasiswa di PPI agar tidak keluar rumah dan kalau ada apa-apa kasih informasi ke kami. Jadi memang ini fenomena yang harus diawasi terus menerus. Terutama teman-teman dari Indonesia harus waspada, dalam hal keamanan dan hubungan dengan orang lain.”

Pada Minggu (16/9) sebanyak 1.300 simpatisan ekstrim kanan berdemonstrasi menolak warga asing. Akibatnya pihak kepolisian dan pemerintah lokal mengimbau warga asing menghindari kawasan di sekitar pusat kota. Termasuk Universitas Anhalt meminta mahasiswa asing agar waspada dan membuka kanal aduan untuk mereka yang menjadi korban.

Comments

Popular posts from this blog

Kapal Tenggelam di Kongo, 27 Orang Tenggelam

Menangkan Prabowo-Sandiaga di Jawa Barat

KPK Hari Ini Melantik Pengganti Aris Budiman